Memahami Akulturasi Budaya Untuk Kemajuan Nasional – Komunitas sosiologi mengakui konsep bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini. Hal ini menunjukkan bahwa sesuatu yang berhubungan dengan manusia dan budaya tidak akan pernah berhenti bergerak. Perubahan akan selalu terjadi, masyarakat yang terbuka terhadap perubahan akan bertahan. Konsep perubahan tersebut berbentuk konsep perubahan sosial. Akulturasi merupakan salah satu bentuk perubahan sosial yang mudah dijumpai di lingkungan kita.
Memahami Akulturasi Budaya Untuk Kemajuan Nasional
surlerythme – Secara etimologis, akulturasi merupakan sebuah kata yang berasal dari bahasa Latin yaitu akulturasi acculturare yang artinya “berkembang dan tumbuh bersama”. Akulturasi dapat diartikan sebagai upaya untuk berkembang dan tumbuh bersama. Perubahan dimulai dari individu kemudian mempengaruhi kelompok.
Koentjaraningrat menjelaskan bahwa Akulturasi kebudayaan dapat berlangsung tempat terciptanya interaksi sosial antara budaya asli dan budaya pendatang sehingga kemudian berpindah menjadi budaya baru tanpa menghilangkan ciri atau ciri budaya lama.Singkatnya, akulturasi adalah percampuran budaya asing atau budaya asli untuk berhasil menjadi budaya baru.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), akulturasi adalah proses masuknya pengaruh budaya asing ke dalam suatu masyarakat, dengan ada yang secara selektif menyerap sedikit banyak unsur budaya asing itu dan lain-lain. cobalah untuk menolak pengaruh tersebut. Ringkasnya, akulturasi muncul dari hasil interaksi manusia berupa perjumpaan antar budaya yang lama kelamaan tumpang tindih dan membentuk suatu bentuk budaya baru.
Perubahan teknologi dan informasi yang sangat cepat memberikan pengaruh yang besar terhadap perubahan masyarakat. Informasi yang dipublikasikan di media sosial, media massa, podcast, televisi, radio, dll juga mempercepat perubahan bagi masyarakat yang mengonsumsi konten tersebut.
Tidak dapat disangkal bahwa informasi yang disajikan di media sosial dan konten gadget memiliki unsur budaya tertentu. Ketika informasi diterima dan dipahami oleh seseorang, unsur budaya secara tidak langsung dapat mempengaruhi individu atau kelompok tersebut. Perubahan budaya dalam suatu masyarakat dapat bersifat positif dan negatif. Hal ini harus diperhatikan oleh setiap anggota masyarakat agar dapat menyikapi kebudayaan masa depan secara bijak.
Proses akulturasi
Akulturasi terjadi melalui percampuran budaya asing dengan budaya sendiri. Beberapa bidang yang paling sering terjadi akulturasi adalah masakan, gaya pakaian, arsitektur bangunan, dan lain-lain. Seperti telah disebutkan sebelumnya, proses akulturasi berlangsung sangat lambat. Akulturasi membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menghasilkan budaya baru di masyarakat.
Kita sendiri mengetahui bahwa proses akulturasi budaya tidak bisa dilepaskan dari budaya asing atau budaya luar secara sosial. Budaya asing yang menyerbu masyarakat tidak bisa serta merta diterima.
Faktor sosial mempunyai pengaruh besar terhadap diterima atau tidaknya suatu kebudayaan di masyarakat. Oleh karena itu, tidak semua percampuran budaya dapat membawa perubahan sosial. Oleh karena itu, proses akulturasi memerlukan waktu dan proses.
Faktor-Faktor Pendorong Akulturasi
Akulturasi budaya terjadi secara perlahan dan membutuhkan waktu yang lama, ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya ini bisa menjadi pendorong akulturasi. Berikut ini faktor-faktor yang mendukung proses akulturasi budaya:
1. Pendidikan Lanjutan
Salah satu pendorong utama akulturasi budaya adalah pendidikan lanjutan. Pendidikan lanjutan dapat memperluas pandangan masyarakat terhadap budaya di luar budayanya saat ini. Pengenalan terhadap budaya asing akan menghasilkan gagasan tentang peradaban yang maju semakin kuat menghadapi perkembangan zaman. Selain itu, pendidikan juga dapat memberikan pemahaman yang lebih baik kepada masyarakat mengenai dampak sosial dari budaya yang datang dari luar dan budaya yang sudah ada di masyarakat.
Baca Juga : Model Tas Wanita Paling Populer 2023
2. Sikap dan Perilaku Saling Menghargai Budaya
Untuk membangun hubungan baik dengan budaya lain, masyarakat harus menunjukkan sikap dan perilaku saling menghormati budaya lain. Sikap dan perilaku menghargai budaya tidak dapat dipungkiri menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya akulturasi budaya. Orang yang tidak memiliki sikap dan perilaku budaya akan sulit terpengaruh oleh budaya di luar dirinya. Hal ini dapat menimbulkan perasaan benci atau antipati antar budaya, sehingga tidak terjadi akulturasi budaya.
3. Toleransi terhadap budaya lain
Setiap masyarakat mempunyai latar belakang budaya yang berbeda-beda. Dalam situasi ini, toleransi budaya memegang peranan penting dalam akulturasi budaya. Sikap toleransi membuat perjumpaan dan percampuran budaya menjadi lebih mudah dan lancar. Sebab toleransi menciptakan masyarakat terbuka, tanpa rasa takut kehilangan ciri-ciri budayanya.
Akulturasi Budaya
4. Adanya masyarakat yang heterogen
Faktor pendorong akulturasi budaya yang paling cepat adalah masyarakat yang heterogen. Masyarakat yang heterogen dapat menyatukan budaya-budaya yang berbeda. Hal ini akan memudahkan satu orang dan orang lain untuk mempelajari budaya yang berbeda.
5. Berorientasi masa depan
Masa depan adalah sesuatu yang pasti harus dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, orang-orang yang berpikiran maju akan terbiasa melakukan perencanaan dan persiapan, sehingga mendorong mereka untuk selalu terbuka terhadap perkembangan budaya di luar dirinya.
Kelima faktor tersebut merupakan faktor yang mendorong terjadinya akulturasi budaya internal. Selain faktor internal, terdapat beberapa faktor eksternal yang dapat mendorong terjadinya akulturasi budaya. Faktor eksternal tersebut berasal dari luar kelompok atau individu sehingga pasti mempengaruhi akulturasi budaya.
1. Perubahan dan Fenomena Alam
Salah satu faktor eksternal yang mendorong akulturasi budaya adalah perubahan dan fenomena alam seperti gempa bumi, banjir, dan lain-lain. Kawasan mereka sudah tidak dapat lagi digunakan sebagai tempat tinggal. Hal ini memaksa masyarakat untuk meninggalkan tempat tinggalnya yang baru dan melakukan akulturasi budaya di sana.
2. Pengaruh kebudayaan luar melalui proses difusi atau difusi.
Orang yang tidak memiliki pendidikan lanjutan lambat dalam memahami budaya asing. Oleh karena itu, kehadiran orang-orang yang berwisata dan menyebarkan budaya akan sangat mendorong akulturasi budaya.
3. Konflik Internasional
Perang dapat menjadi pendorong akulturasi ketika masyarakat mengalami perasaan yang sama dengan korban perang. Selain faktor pendorong, terdapat juga faktor penghambat. Tidak semua daerah atau masyarakat dapat melalui proses akulturasi budaya agar budayanya tetap tampil otentik. Penghambat akulturasi budaya terdiri dari beberapa faktor yaitu:
Faktor penghambat akulturasi
1 . Ilmu lambat
Lambatnya ilmu pengetahuan akan berpengaruh signifikan terhadap mutu pendidikan. Ilmu pengetahuan dan pendidikan yang kurang berkembang akan menghasilkan kebudayaan yang stagnan. Hal ini sangat menghambat akulturasi budaya karena masyarakat sebagai pelaku budaya tidak memiliki pemahaman dan pengetahuan yang cukup terhadap budaya di luar budayanya.
2. Sikap Masyarakat Tradisional
Masyarakat Adat akan selalu berpegang teguh pada budayanya dan menganggap bahwa datangnya budaya asing atau asing dapat mengancam keberlangsungan budaya aslinya. Akibatnya, mayoritas masyarakat sangat sulit menerima budaya asing. Masyarakat tradisional cenderung menutup diri terhadap budaya asing atau baru karena menganggap budayanya lebih unggul.
3. Hal-hal baru dianggap buruk
Akulturasi budaya tidak akan pernah terjadi jika masyarakat menganggap segala sesuatu yang baru itu buruk. Hal-hal baru berarti perubahan. Seseorang atau masyarakat yang sulit menerima suatu kebudayaan baru menjadi penghambat perubahan yang terjadi dalam masyarakat, sehingga akulturasi budaya tidak akan pernah terjadi.
4. Adat atau kebiasaan
Adat atau kebiasaan yang sudah mendarah daging sejak kecil merupakan salah satu faktor penghambat akulturasi budaya. Oleh karena itu, ketika seseorang menjumpai suatu budaya baru, ia dipandang sebagai sesuatu yang asing. Biasanya orang dengan adat atau kebiasaan yang kuat sulit menerima budaya baru.